Ketika Mama dan Bapak datang dulu, kami menetapkan gelas masing-masing orang. Mama warna hijau, saya dan ambonya 3F warna biru, Fatimah putih, Fadhl kuning. Ketika Mama dan Bapak sudah pulang, saya jadi tak begitu peduli dengan aturan gelas masing-masing orang. Apa yang bisa ada, itu yang dipakai.
Si Sulung lalu berkomentar, "Lalu buat apa kemarin kita mengatur warna-warna gelas? Tak ada gunanya dong."
Saya pikir, 'analisa' manfaat aturan dan kedisiplinan mulai tumbuh dalam diri Si Sulung. Kayaknya karena sudah terbiasa di lingkungan sekolahnya.
Peduli aturan memang kental di masyarakat sini, dan mereka terbiasa menganalisa sebab-sebab buruk bila tak mematuhi aturan.
Setiap waktu makan siang di sekolah, anak-anak diberi susu dalam kemasan kotak kardus. Anak-anak kelas satu, satu minggu sebelum mulai makan di sekolah, dilatih dulu bagaimana cara melipat kotak susu ketika mau dibuang. Kotaknya dipipihkan. Tujuannya, agar mobil pengangkut sampah tak penuh oleh kotak susu yang sebenarnya hanya berisi udara. Kalau dipipihkan, jadi bisa diangkut sekaligus lebih banyak.
Si sulung sensitif mengawasi saya buang sampah.
No comments:
Post a Comment