Saturday, November 18, 2006

Terjemahan Doa

Musim dingin begini, lumayan berat buat Si Sulung untuk salat subuh. Kami pun bersama mengucapkan doa bangun tidur. Tak hanya lafaz doanya dalam bahasa Arab, tapi sekalian dengan terjemahannya : segala puji bagi Allah yang telah menghidupkan aku setelah aku mati. Setelah itu berlanjutlah dialog, apakah memang orang tidur itu mati? Saya menjawab sederhana saja, orang tidur dalam banyak hal sama dengan orang mati : tidak bisa bicara, tidak melihat, tidak mendengar. Dan memang tidaklah mustahil orang tidur tidak bangun lagi, dan karenanya sudah sepatutnya kita bersyukur kalau bisa bangun lagi.

Tapi bukan itu sebenarnya intinya yang membuat saya merasa perlu datang ke komputer dan mencatat lintasan pikiran yang menggaggu, mendesak-desak di kepala minta disalurkan dalam bentuk huruf-huruf.

Saya jadi ingat masa kecil saya, sd, smp... Di mana saya diajari untuk menghafal beberapa lafaz doa. Juga surat al-Qur'an. Lalu saya merasa doa itu seperti mantra-mantra, yang karena mengucapkannya maka ada kekuatan sihir yang akan datang menolong saya. Lebih konyolnya lagi, ketika saya merasa kengerian sendirian di kamar, saya meletakkan al-Qur'an di dekat bantal saya, dan saya pun merasa lebih aman.

Padahal, saya kini yakin, masalahnya bukan pada lafaznya semata. Bukan pada masalah lembaran-lembarannnya, tulisan di atas kertas. Tapi lebih kepada pemahaman kita sendiri, semangat spiritual kita sendiri yang lahir di dalam hati, berpengaruh pada aura ruh kita, yang akan menentukan ampuh tidaknya lafaz-lafaz itu.

Kalau saya jadi guru agama di sekolah, saya tidak akan meminta murid-murid saya menghafal lafaz, tapi juga arti lafaz itu. Sedikit-sedikit, asal benar-benar paham.

Friday, November 3, 2006

Mulai Berinisiatif

Kemarin malam, Si Sulung pertama kali mencuci piring. Bukan mencuci satu-dua buah saja, tapi sekalian satu tempat cucian piring, dari sendok-garpu-sumpit, mangkok kecil-besar, piring kecil-besar, gelas kecil-besar.

Saya tidak ingat persis apa pencetusnya sehingga dia mau melakukannya. Kalau tak salah ingat, sepertinya ada yang dia lakukan sebelumnya dan kami memujinya, dan itu sangat menyentuh perasaannya.

Tadi pagi, saya mengucapkan terima kasih lagi padanya.

"Mama tertolong sekali kamu mencuci piring tadi malam."

"Kenapa?"

"Ya, coba bayangkan kalau kamu tidak mencuci piring. Pagi-pagi begini tentu sudah menumpuk membuat sakit kepala. Mau minum tidak ada gelas yang bersih, mau makan tak ada piring dan sendok yang bersih."

Setelah mengucapkan itu dia tak berkomentar apapun. Namun selang dua jam kemudian, saat sedang sarapan, dia kembali bertanya, "Mama, benar-benarkah sangat tertolong saya mencuci piring tadi malam?"
Ya, saya kembali mengiyakan. Sampai di situ. Saya tak ingin membesar-besarkan prestasinya secara terlalu berlebihan, karena pujian yang kelewatan biasanya berefek sebaliknya : menurunkan semangat.

Siang hari, saat saya sedang membereskan jemuran yang telah kering, Si Sulung berteriak dari bawah (kamar untuk menjemur ada di lantai dua), meminta saya menjatuhkan popok adiknya dan kain lap. Rupanya adiknya membuka sendiri celana panjang dan popoknya, lalu pipis di lantai. Si Sulung berinisiatif melap kencing adiknya, membasuh (mencebok) adiknya di kamar mandi, memakaikan popok baru, dan juga celananya.

Saya sungguh terharu. Saya katakan padanya, dia hebat sekali hari ini. Dalam hati, saya melihat ini sebagai satu fase baru dalam hidupnya. Sebuah perkembangan yang sangat saya syukuri. Tapi tentu tak sampai di situ saja. Masalahnya kemudian bagaimana memelihara dan memupuk satu sisi pribadi baik yang baru muncul ini. Salah bertindak, alih-alih menumbuhkan, bisa-bisa malah melemahkan. Menulis begini, buat saya, adalah salah satu cara saya memelihara dan memupuk itu : menyadarkan saya akan ingatan dan kesadaran renungan ini (syukur-syukur kalau dapat sharing pendapat dari teman yang lain).

Oh iya. Semalam, adiknya yang laki-laki itu merengek minta diizinkan juga mencuci piring. Tapi tidak saya iyakan, karena dia sudah sangat mengantuk dan tentu saja, di usia lima tahunnya, rasanya belum pas untuk mencuci piring sebanyak itu. Selain itu tentu saja karena kakaknya sudah lebih dulu melakukannya. Tapi, mendidik anak laki-laki ini untuk juga trampil mengerjakan pekerjaan rumah, sudah jadi agenda saya sebagai ibu. Saya tak ingin dia menjadi laki-laki 'asia', yang menganggap kelelakiannya membuatnya tidak pantas banyak mengerjakan pekerjaan rumah yang remeh dan kecil-kecil.

Tuesday, September 5, 2006

Tidak pergi ke Kumon

Tadi pagi, mata Si Sulung merah. Kata bapaknya, semalam dia baru tidur jam 11. Padahal biasanya jam 9. Saya tidak tahu apa yang dia kerjakan : apakah lagi tidak bisa tidur, atau karena mengerjakan pr matematikanya? Waker-nya bunyi jam 4.30 pagi, meskipun kemudian Bapaknyalah yang mematikannya dan dia akhirnya bangun jam 6. Matanya merah, dan saya agak khawatir dia akan jatuh sakit.

Hari ini ada olahraga berenang di sekolahnya, dan juga hari pertama sekolah penuh, dari jam 8 sampai jam 3. Ketika dia pulang, dia bilang tadi di sekolah ngantuk sekali. Untuk itu, saya minta dia tidur-tiduran saja dulu. Kebetulan memang ada kasur yang tergelar di depan televisi, di ruangan bawah, yang ada pendinginnya.

Barangkali juga cuaca yang berganti-ganti dari dingin ke panas, panas ke dingin ini yang membuat Si Sulung agak kelelahan. Dua hari yang lalu, Minggu, kami memang pergi ke tempat yang cukup jauh, ke Chiba. 3 jam dari rumah. Mau melihat Dinosaurus Expo, yang diadakan di Jepang dua tahun sekali. Pergi dari jam 7.20, sampai rumah kembali jam 8 malam. Senin keesokan harinya, saya masih merasa capai sekali. Tentunya anak-anak juga demikian halnya.

Sepulang sekolah ini, Si Sulung tidur nyenyak sekali. Tak berubah posisi. Saya tak tega membangunkannya untuk pergi kursus Kumon. Biarlah dia tidur. Biarlah bolos sekali ini. Saya tak ingin dia merasa dipaksa sewenang-wenang pergi kursus ini dan itu. Meskipun memang bayar Kumon itu cukup mahal, tapi bukankah "kesehatan jiwa" anak-anak itu juga cukup mahal untuk dipelihara?

Wednesday, July 19, 2006

Kepekaan Rasa Disiplin

Ketika Mama dan Bapak datang dulu, kami menetapkan gelas masing-masing orang. Mama warna hijau, saya dan ambonya 3F warna biru, Fatimah putih, Fadhl kuning. Ketika Mama dan Bapak sudah pulang, saya jadi tak begitu peduli dengan aturan gelas masing-masing orang. Apa yang bisa ada, itu yang dipakai.

Si Sulung lalu berkomentar, "Lalu buat apa kemarin kita mengatur warna-warna gelas? Tak ada gunanya dong."

Saya pikir, 'analisa' manfaat aturan dan kedisiplinan mulai tumbuh dalam diri Si Sulung. Kayaknya karena sudah terbiasa di lingkungan sekolahnya.

Peduli aturan memang kental di masyarakat sini, dan mereka terbiasa menganalisa sebab-sebab buruk bila tak mematuhi aturan.

Setiap waktu makan siang di sekolah, anak-anak diberi susu dalam kemasan kotak kardus. Anak-anak kelas satu, satu minggu sebelum mulai makan di sekolah, dilatih dulu bagaimana cara melipat kotak susu ketika mau dibuang. Kotaknya dipipihkan. Tujuannya, agar mobil pengangkut sampah tak penuh oleh kotak susu yang sebenarnya hanya berisi udara. Kalau dipipihkan, jadi bisa diangkut sekaligus lebih banyak.

Si sulung sensitif mengawasi saya buang sampah.

Tuesday, July 18, 2006

Cerita Musim Panas

Sebentar lagi, masa belajar trisemester pertama selesai. Setelah itu masuk liburan musim panas, selama 40 hari : 21 Juli - 29 Agustus.

PR yang mesti dikumpulkan hari ini adalah cerita musim panas. Berikut cerita Si Sulung (ditulis di lembaran kerja):

=======

2006年7月14日 金曜日 天気:晴れ

きょうが学校で休み時間にいつも水をごくごく飲みました.それはあつくてあせがだれだれたれてるからです.

2年生の4月にミニトマトをうめました.それでも今は7月14日なのにまだミニトマトはさいています.ええ,そんなにできるの?と思っていました.

それでむしのちょうちょがすごいきれいなもようのちょうちょがいました.その色はあおういのみどりがまざった色でした.とってもきれいだなあと思っていました.

========

14 Juli 2006. Jumat. Cuaca : Cerah.

Hari ini di sekolah, setiap jam istirahat, saya minum air gluk-gluk-gluk. Itu karena panas sekali dan keringat tumpah-tumpah.

Anak kelas dua di bulan April menanam tomat kecil. Sampai sekarang, 14 Juli, masih bermekaran. Eee, bisa sampai sebegitu (lama), ya... Pikir saya.

Sudah itu, ada serangga kupu-kupu yang cantik sekali. Sayap kupu-kupu itu berwarna hijau dan biru bercampur-campur. Cantik sekali... pikir saya.

Sunday, July 16, 2006

Lokasi Rumah Temanku

Hari Minggu ini Si Sulung bermain seharian dengan teman-teman Jepangnya. Terakhir, jam empat, dia kembali ke rumah. Saya kira sudah selesai mainnya, ternyata datang untuk minta izin main di depan rumah temannya yang agak jauh. Ada teman sekolahnya yang jarang-jarang datang main, kebetulan sedang bermain di sana. Dia berjanji akan pulang jam lima sore. Saya tanya, bagaimana caranya dia tahu sudah jam lima, kalau dia tak membawa jam? Dia bilang, toh akan ada bunyi 'bel kota'. Ya, jadi semacam adat di Jepang, di setiap satuan luas wilayah tertentu, ada bel yang berbunyi "ting tong tang ting" setiap jam lima sore.

Ketika kami sedang makan malam, saya mengajaknya berbincang-bincang tentang teman barunya itu.

Sulung : Mereka kembar, Ma. Mama tahu, kan?
Saya : Ah ya. Si futago itu. Mamanya pintar bahasa Inggris. Di mana rumahnya?
Sulung : Ugh... di... itu loh Ma, tahu kan rumahnya Mana-chan.
Saya : Ya.
Sulung : Nah, di terusannya jalanannya rumah Mana-chan itu ada belokan ke kanan yang ada jalan layang itu. Rumahnya dari situ jalan kaki sekitar 50 menit.
Saya : Haa? Jauh sekali.
Sulung : Ya Ma, jauh sekali Memang. Tapi honto yo (betul loh). Kata mereka, kalau jalan kaki 50 menit, tapi kalau lari, cuma 5 menit.

Tuesday, April 25, 2006

Kelas Dua, Bersama Kakek

5 April 2006, hari pertama sekolah lagi : sudah kelas dua! Senangnya, ada Kakek dan Nenek di rumah. Kadang-kadang Kakek antar ke sekolah. Karena ada Kakek-Nenek juga, Mama bisa sering-sering bantu saya untuk urusan sekolah. Kalau ada barang yang kelupaan, Mama bisa pergi cepat-cepat naik sepeda, sementara adik-adik dijaga Kakek dan Nenek.

Mudah-mudahan Kakek dan Nenek datang lagi.

Thursday, March 23, 2006

Setahun Lewat



Ini hari terakhir Si Sulung di kelas satu. Katanya, rasanya sedih sekali karena mesti bye-bye sama Mori-Mariko Sensei. Sedihnya karena Mori Sensei itu hontoni yasashii (penyayang, lembut).

Dalam albumnya, Si Sulung membuat haiku (puisi singkat) berbunyi :

もうし
私がくじらぐもだったら、
私の気持ちふわふわだろう。

(Kalau
Aku adalah awan ikan paus
Dalam perasaanku enak)

Mama tanya : kenapa enak?
Jawab Si Sulung : karena lembut seperti kapas

Ada banyak pencapaian yang diraih Si Sulung dalam satu tahun ini :

PERTUMBUHAN BADAN :

Ukuran sepatu : 17 ke 21 --> kaki tambah besar 5 cm
Tinggi badan : 112 ke 117.5 --> tambah 5.5 cm
Berat badan : 16 ke 21.5 --> tambah 5.5 kg

Posisi ini lihat di grafik di atas, dalam wilayah normal, di bawah sedikit dari rata-rata (garis paling tengah).

KECERDASAN MOTORIK dan MUSIK :

-Bisa main lompat tali, dari yang biasa sampai yang bersilang dan satu kali lompat dua kali putaran.
-Terampil memainkan tuts pianika
- Bisa membuat origami : bunga mawar, suriken-ninja.
-Hafal lagu Jepang sekitar 30 buah lagu

KECERDASAN SOSIAL :

- Punya banyak teman, dari teman sekolah sampai yang janjian bermain di taman.
- Bersahabat dengan anak-anak tetangga
- Menjadi kakak yang mengayomi adik-adiknya
- Senang bersekolah, dalam satu tahun hanya tiga kali tidak datang sekolah karena sakit, dan dua kali karena izin ada keperluan khusus.
- Sudah mengurus sendiri perlengkapan sekolahnya, dari mengatur buku, pe-er, alat sekolah. Tak perlu lagi dibantu.

KECERDASAN AGAMA :

Setahun ini hanya lompat satu tingkatan dari iqra' empat ke iqra lima, tambahan hafalan Qur'an hanya 3 surat, namun mulai terbiasa salat lima waktu, hafal semua bacaan salat kecuali bacaan duduk tahiyat. Mulai peduli untuk pakai jilbab, merasa malu untuk berpakaian terlalu buka-bukaan, berdebat dengan gurunya tentang keesaan Tuhan.

================

TARGET SATU TAHUN KE DEPAN (APRIL 2006-APRIL 2007)

- Lancar membaca Al-Qur'an, minimal juz amma sudah tamat tambah lima juz pertama.
- Hafalan Quran : hafal juz 30.
- Sekolah : tidak pernah terlambat (berangkat dari rumah di bawah jam 8), kesehatan baik, tidak pernah absen karena sakit.

Monday, March 6, 2006

Ensoku : Ke Enoshima


Hari ini ada acara jalan-jalan sekolah ke Enoshima. Dua puluh menit naik kereta, dari stasiun terdekat.

Di situ ada tombi, camar laut. Si Sulung cerita, seekor Tombi menyambar makanan temannya dan juga mencakar wajah gurunya. Tombi juga mau makan cokelat MM Si Sulung. Bekal makanan habis, dan Si Sulung sudah berencana menyetor wajah sedih ke Mama, agar Mama sempat berpikir bekalnya tidak habis.

Si Sulung naik tower, dan dia hampir sampai langit!

Sunday, March 5, 2006

Memetik Tanaman Tetangga


Tadi aku membuka pagar, dan di pekarangan rumah tetangga ada rumput yang menarik. Jadi aku mau petik. Sepertinya di batangnya ada air.

Waktu aku masuk ke rumah aku kaget ditanya Mama. Karena Mama tidak lihat tapi kenapa tahu...Tahu aku memetik tanaman tetangga...? 不思議と思いました。[Fushigi to omoimashita = I think it is really strange]

[Mama : dear, Mama've been waiting for you, so have been watching you too through the window]

一番楽しいことは私の小さなcherryのきが発破が出てきたのでとってもうれしいです。今度はチェリーが策といいてす。なぜならば食べられるからです。[The most exciting stuff is that my little cherry's leaves just sprout... And... maybe, the flowers are about to sprout too, and finally... the fruits...um... I think it will be delicious!]

Monday, February 27, 2006

Hari Presentasi di Sekolah

Hari ini Si Sulung presentasi di sekolah. Bukan hanya dia, tapi juga seluruh anak kelas satu. Si Sulung mempresentasikan kemampuan bermain lempar dua bola di tangan. Terlihat agak gugup, namun bisa. Mama menyesali kenapa tak mengetahui soal ini, sehingga Mama bisa melatihnya di rumah, atau bahkan membuatkannya bola tangan itu? Mama mesti lebih banyak memperhatikan pesan-pesan dari sekolah. Kelas dua, mudah-mudahan lebih baik daripada kelas satu, dan itu berarti : MAMA PERLU BELAJAR BAHASA JEPANG LEBIH GIAT.

Wednesday, February 22, 2006

Restoran Main-Mainan


Sekali setahun, sekolah mengadakan festival. Tiap kelas punya beberapa proyek sendiri. Si Sulung dapat jatah kerja di restoran main-mainan. Mereka membuat berbagai macam makanan dan minuman mainan, dari biji-bijian, tumbuhan jumbai, kayu, daun, bunga.

Biji-bijian mereka kumpulkan selama sebulan lebih. Ada namanya don-guri, semacam kacang-kacangan yang kulit luarnya berduri-duri seperti hewan laut yang kita kenal dengan nama bulu laut.

Tumbuhan jumbai dari sejenis padi-padian yang bunganya itu seperti surai ekor kuda berwarna putih. Jadi mie.

Kayu, dari ranting-ranting yang juga mereka kumpulkan sedikit demi sedikit. Jadi sumpit.

Daun berasal dari aneka jenis daun musim gugur yang berwarna merah, oranye, kuning, cokelat, dan hijau. Jadi lauk pauk.

Bunga warna-warni, mereka ambil kelopaknya dan rendam. Airnya menjadi minuman juz.

Mama dan Bapak, Si Tengah dan Si Bungsu, ikut serta dalam perburuan bahan-bahan ini. Menyenangkan sekali.

Oya, selain restoran lucu, ada juga ruangan hantu. Si Tengah ngamuk marah karena setelah masuk, ternyata hantunya tidak menakutkannya. Malah lucu, katanya.

Tuesday, February 21, 2006

Mana-chan

Anak yang manis sekali. Sangat santun, ramah, sedikit pemalu, dan pintar. Mamanya pengajar di Kumon. Dua bersaudara, kakaknya sudah SMP. Kata Si Sulung, bapaknya sudah meninggal, hilang waktu sedang bekerja. Sounds terrible.

Tinggal dekat rumah, seusia, dan satu kelas dengan Si Sulung. Mamanya sangat ramah, cerdas dan kelihatannya easy going. Dia yang sangat tanggap membantu Mama waktu merakit pot tanaman untuk anak-anak, di awal sekolah, tahun lalu. Ketika itu para orang tua mengadakan rapat perdana, untuk saling mengenal, dan juga mempersiapkan bersama pelajaran biologi anak-anak : menanam bunga asagao.

An Outdoor Daughter

Si Sulung selalu suka bermain di luar. Untungnya, di samping rumah memang ada taman bermain, lengkap dengan kolam pasir yang secara berkala dirawat pemerintah daerah.

Sepertinya tidak ada rasa capek sudah sekolah dari jam delapan sampai jam tiga, mesti deh main dulu di luar.

Seperti Mama waktu kecil.

Monday, February 13, 2006

Virus Influenza Mewabah, Kelas Libur 3 Hari

Sembilan orang tidak masuk sekolah. Untuk itu, pihak sekolah meliburkan kelas Si Sulung selama tiga hari. Katanya agar penularan tidak berlanjut. Bagi yang sakit, memang sudah diberikan peringatan sejak dua bulan yang lalu agar sama sekali tidak nekat datang ke sekolah. Virus influenza sedang mewabah di akhir musim dingin ini.

Alhamdulillah, tiga bersaudara yang masih kecil-kecil di rumah, tidak ada yang sakit.

Tiap pagi minum susu murni dan satu sendok madu. Juga banyak sekali makan bangsa bawang-bawangan : bawang putih, bombay, bawang daun yang besar dan yang mini. Rasanya tidak ada masakan yang kubiarkan lepas dari bahan bawang.

Kata Bu Guru, bisa-bisa nanti tinggal Si Sulung sendiri yang diajar.

Kesadaran

Sepulang sekolah kemarin, Si Sulung langsung ingin bermain dengan Momoka-chan. Memang sudah lama Momoka-chan tidak terlihat datang ke koen. Jadi kubolehkan saja. Dengan cepat dia melesat ke luar. Tapi tak lama kemudian dia kembali lagi, lalu membuka kran wastafel. Dia berwudhu. Lalu salat. Dilakukannya tanpa ada perintah ataupun peringatan.

Malam hari, ketika aku sudah sangat mengantuk, kukatakan pada mereka agar melanjutkan makan sendiri. Itu bila Si Bungsu tiba-tiba bangun kembali. Kalau aku ke kamar mengeloninya, aku tahu aku akan tertidur pulas karena sudah sangat lelah seharian. Karena itulah aku perlu memberikan instruksi agar menyelesaikan semua upacara menjelang tidur mereka mandiri. Sikat gigi, ganti baju pakai piyama tidur. Lagi-lagi Si Sulung bertanya soal salat isya. Kukatakan agar dia salat sendiri.

Kesadarannya tentang waktu-waktu salat sudah sangat meningkat. Baru dua bulan kami lebih disiplin mendidiknya untuk salat. Kini dia sudah punya inisiatif sendiri.

Sunday, February 12, 2006

Di atas laut

Bapak punya poster peta kota Fujisawa. Tak lama sudah dipasang di dinding, peta itu penuh coretan. Ada gambar tambah-tambahan angka, ada (seperti) tulisan Arab, ada gambar orang, ada gambar hape. Bapak agak kesal dan menuntut jawaban, kenapa peta itu dicoret-coreti? Kan nanti susah dilihat? Kata Si Sulung : gambarnya kan di atas laut. Di situ tidak ada yang perlu dilihat.

Tuesday, February 7, 2006

Sekolah


Beruntung sekali. Rumah kami berlokasi di dekat kompleks sekolah, dari SD sampai SMU. Sekolah dengan kualitas yang bagus pula. Menurut seorang Jepang, sekolah tersebut terkenal cukup kurang masalahnya. "Kurang masalah" di sini maksudnya, tak ada record peristiwa buruk, yang bisa dikategorikan sebagai peristiwa kriminal. Di Jepang, banyak sekolah yang muncul di televisi dengan laporan seperti itu.

Di sekitarnya banyak bukit-bukit kecil, hutan yang terawat, sungai besar, juga kali kecil yang dipercantik bebatuan sungai aneka bentuk dan ukuran. Si Sulung bersama teman satu angkatannya pernah jalan-jalan ke sana untuk pelajaran lingkungan. Ada banyak capung dan kepiting kecil. Sebagai bentuk pelajaran, mereka dilarang mengambil binatang-binatang itu. Meskipun aku sendiri tak begitu setuju, karena anak-anak bisa belajar kalau membawa pulang binatang tersebut. Tak perlu banyak-banyak tentu. Menurutku, binatang takkan terancam kestabilan populasinya kalau diambil hanya untuk keperluan belajar anak-anak. Bukankah 'anak-anak' manusia sendiri kini semakin berkurang? Bukankah perubahan jumlah penduduk di banyak negara, diagramnya sudah menyerupai selinder, bahkan piramida terbalik? Seharusnya bukan anak-anak yang dilarang mengambil binatang dari alam bebas, tapi polusi besar-besaran serta sikap manusia-manusia dewasa yang justru nyata-nyata jadi penyebab terganggunya stabilitas ekosistim.

Balik ke acara jalan-jalan. Namanya ensoku. Biasanya diadakan sebulan sekali. Pihak sekolah sangat teliti mempersiapkan. Dua minggu sebelum hari H, sudah mulai ada ancang-ancang : surat khusus untuk para orang tua. Di dalamnya ditulis daftar barang yang harus dibawa : alas duduk, termos minum, kue, sapu tangan. Kalau jalan-jalannya mesti naik kereta, anak-anak juga mesti dibekali kantong muntah. Dan malam sebelum hari berangkat, anak-anak mesti diambil janjinya : Tidak akan mengganggu orang di kereta, akan bawa pulang sendiri sampahnya, tidak pergi main sendirian berpisah dari kelompok.

Tak bisa kuingat, dalam masa kecilku, pernahkah mengalami hal yang serupa? Jalan-jalan bersama satu angkatan, dengan "mengangkat sumpah" dulu malam sebelumnya?

Friday, January 27, 2006

Layang-Layang

Tujuh Tahun

Semakin punya tanggung jawab sebagai kakak tertua. Sudah mulai menghafal perkalian. Baru hafal lima surat pendek. Belajar baca Quran sampai iqra empat. Tapi itu gara-gara Mama dan Bapak tidak rajin ajari.

Mulai suka diskusi soal Tuhan di sekolah. Guru privat Bahasa Jepangnya, Ogie-Sensei, pernah bilang. Matahari adalah tuhan. Dia katakan : kalau betul begitu, kenapa sama awan, kalah?

Bersandar Pada-Nya

Mendung itu kelabu. Hujan itu membasahkan. Dingin itu merindingkan bulu kuduk. Sementara, tanya berulang itu makin mengilukan pendengaran: kapan mendung itu akan semakin kelabu, agar hujan itu tak lagi membuat basah, agar dipeluk dingin yang bisa mengubahnya jadi butiran-butiran yang melayang-layang pasrah dan singgah di mana pun takdir menentukan tempatnya? Kapan? Kapan, Bunda?

Tataplah langit itu. Tataplah pepohonan yang mengering. Dengarkan igauan gagak parau yang hitam bulunya sepertimenjanjikan kehangatan tanpa harga yang harus dibayarsang gagak. Semua itu ada bukan karena memang ada. Tapi karena ada yang mengadakan.

Apakah kau lupa, ketika kau takut ibu guru akan marah :kau lupa membawa pekerjaan rumahmu? Sambil jemarimu bertaut mencoba saling memberikan energi kehangatan, kau panjatkan doa pada sesuatu : buatlah ibu guru lupa tentang pe-er hari ini. Dan, ananda, ibu guru yang teliti itu memang telah dibuat lupa.

Doamu bukan pada pohon ajaib yang dipuja kawan-kawan sekelasmu. Pohon yang kabarnya bisa menyembuhkan sakit perut atau mengubah duka jadi bahagia. Kau tahu, pohon itu tak bisa melawan bila dipatahkan rantingnya. Doamu bukan pada matahari yang diagungkan gurumu sebagai sang penguasa alam. Karena katamu, bila matahari berkuasa, maka mengapa awan bisa meredupkan cahayanya. Doamu bukan kepada boneka Teru-Teru Bozu yang dipercaya kepala sekolah bisa menghentikan hujan.Tidak pula... tidak pula, jiwamu yang suci bersih itu tidak hanya menunggu dalam diam tentang sesuatu yang akan terjadi, maka terjadilah.

Karena itu, mengapa pula kita begini, tinggal diam dan hanya menatap langit yang baru setengah kelabu itu? Mari kita menautkan jemari kembali. Mari kita hidupkan rasa, hadapkan wajah hati pada Sesuatu itu. Wahai Yang mengedarkan malam kepada siang, Yang mengubah yang panas menjadi dingin, Yang menjadikan hijau subur jadi gersang, Yang kering jadi berbunga berbuah, pekatkanlah lagi gumpalan awan di langit itu. Dinginkanlah lagi bumi-Mu, karena kami ingin disiram butiran salju.

Kini, arahkanlah pandangan ke atas sana.Kau lihat : semakin deras, semakin deras. Mereka menari-nari, melayang menuju bumi. Bahkan juga tak enggan untuk melelehkan diri di telapak tanganmu.

Percayakah kau kini, kita selalu bisa bersandar pada-Nya.

Tapi, kau lemparkan sebuah tapi. Kau ingin butiran putih itu menumpuk. Kau ingin menenggelamkan kaki di dalamnya.Melihatnya membola di telapak tanganmu.

Tidakkah kau ingat pula. Rasa bosanmu dengan limpahan permen di pangkuanmu. Kau membuang-buangnya. Tapi ketika hanya sedikit, setiap pori-pori lidahmu bisa
rasakan lezat manisnya. Ananda, tanpa rindu kita tak mudah resapi hakikat nikmat. Pemberian yang sedikit demi sedikit, akan menuntun kita untuk selalu berdoa. Itulah skenario-Nya, agar kita selalu mau mendekat pada-Nya, agar tak lagi bersisa keraguan : bahwa Dia-lah sebaik-baik tempat bersandar.

Saturday, January 7, 2006

Today's Nihonggo Lesson

I have teached Mom this sentence :

Otousan, ayumi wo kakanai to neecha ikenai =
If father hasn't written the ayumi yet, he may not sleep

Ayah's First Japanese's Poems For Pachi

KARUTA (japanese poem)

Kanashi koto
Asobitai kedo
Yuki ga nai

(A pity story
Want to play
But there is no snow)

Salju

Ah, akhirnya ada juga salju yang turun. Senang sekali. Meski tidak sampai menumpuk. Mudah-mudahan nanti salju turun lagi.